
Neno Warisman, salah satu tokoh gerakan #2019GantiPresiden, melaporkan aneka macam insiden yang dinilai persekusi dan intimidasi yang dialaminya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Selasa (26/9). Bagaimana ceritanya?
Dilianto -Yudha K -- Jakarta
"Ya, tak hanya mengalami persekusi ketika menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden, di Jakarta pun acara saya kerap diawasi oleh pegawapemerintah kepolisian dan orang tak dikenal," kata Neno mengawali bincang-bincangnya kepada INDOPOS (Jawa Pos Group) usai melapor ke Komnas HAM.
Neno mengisahkan sejumlah insiden pada September ini. Ia mengaku pernah menghadiri pemakaman salah satu kerabatnya. "Saat itu saya difotoin oleh dua petugas berseragam. Dan ketika saya tanya ada apa ya Pak? Mereka lantas menjawab, buat laporan saja Bu. Setelah itu eksklusif pergi," ucap Neno.
Tak hanya insiden itu. Dalam satu program di Kantor Wali Kota Bekasi awal bulan ini yang mengangkat tema wacana pendidikan keluarga, ia pernah dihubungi oleh panitia untuk menjadi pembicara.
"Namun jelang mendekati acara, tiba-tiba panitia meminta saya untuk membatalkan jadi pembicara. Tetapi saya paksakan hadir. Ternyata di lokasi sudah ada beberapa pegawapemerintah kepolisian," ucapnya.
Neno yang juga mempunyai latar belakang sebagai pendidik ini memaksakan diri untuk menjadi pembicara. Ini dikarenakan penerima diskusi yang meminta dirinya untuk berbicara.
"Saya alhasil jadi pembicara alasannya yaitu undangan dari jemaah. Namun saya eksklusif dibatasi waktunya sedikit saja. Saya tahu mereka takut saya berbicara politik. Tanpa diingatkan, saya pun paham dalam situasi apa saya harus bicara ataupun tidak terkait politik," tukasnya.
Tak hanya itu, upaya intimidasi ia rasakan, yakni keberadaan sebuah kendaraan beroda empat yang melintasi rumahnya. "Dan saya paham sekali bahwa tetangga saya tidak ada yang punya kendaraan beroda empat Range Rover warna hitam. Mobil itu seharian melintasi rumah saya. Dan saya melihat sendiri dari dalam rumah," ungkapnya.
Selain itu, pada 10 September 2018, Neno dan kerabatnya pergi ke Bandung. Selama perjalanan dari Jakarta dirinya dibuntuti oleh sebuah kendaraan beroda empat yang di dalamnya ditumpangi banyak pria.
"Saya kurang terperinci melihat wajah orang-orang yang ketika itu menggunakan baju biasa. Ke mana pun kami hadir di suatu tempat kendaraan beroda empat itu terlihat. Namun, setibanya kami di salah satu rumah seorang jenderal Tentara Nasional Indonesia yang juga tokoh masyarakat Bandung, kendaraan beroda empat tersebut tidak terlihat lagi," tuturnya.
Tak hingga di situ, ketika ia melaporkan ke Komnas HAM, pembantu rumah tangganya bercerita insiden janggal adanya seorang ojek online yang berputar-putar di depan rumahnya selama satu jam.
"Asisten rumah tangga saya pun alhasil bertanya kepada ojek online yang bangkit di depan rumah. Orang itu bilang sedang menunggu orderannya. Yang ternyata jalannya berbeda dengan jalan rumah saya," ucapnya.
Akhirnya sesudah dibilang salah alamat oleh pembantunya, kata Neno, ojek itu pun pergi, namun tidak usang balik lagi ke lingkungan komplek rumah Neno.
"Tak usang ojek itu berhenti di rumah tetangga saya. Dan orang itu masih terlihat oleh CCTV rumah saya sambil memegang handphone. Anehnya selama satu jam berputar di sekitar komplek, ojek online itupun tidak terlihat menarik penumpang," terang Neno.
Bahkan yang lebih mencurigakan, ojek itu bertanya kepada bawah umur kecil di sekitar rumah Neno untuk menanyakan plat nomor mobilnya yang beberapa waktu kemudian terbakar. "Kok iseng amat seorang ojek online menanyakan kendaraan beroda empat saya yang terbakar. Padahal ketika itu terbakarnya pun ketika kendaraan beroda empat sedang parkir di malam hari dalam kondisi mati," terangnya.
Tak usang kemudian salah satu anak ada yang melapor ke pembantunya, hingga kemudian ojek tersebut ditanya maksud dari pertanyaan itu. "Ojek itu pun menjawab singkat, memangnya nggak boleh saya nanya? Dan kenapa saya dicurigai," kata Neno menirukan ucapan dari ojek tersebut sebagaimana ketika ditanya oleh ajudan rumah tangganya.
Seperti diketahui sebelumnya, kendaraan beroda empat Daihatsu Xenia hitam milik Neno terbakar di depannya di daerah Kelapa Dua, Cimanggis pada Rabu (18/7) sekitar pukul 22.00 WIB.
Atas segala insiden yang dialaminya oleh oknum pegawapemerintah kepolisian, Neno meminta santunan dari Komnas HAM supaya ikut menyelidiki insiden tersebut. “Kami tiba ke sini dengan pertimbangan yang matang di mana kami yang pesimis terhadap penegakan aturan di negara ini, tapi kami hari ini yakin Komnas HAM bisa menjunjung keadilan dan mengembalikan marwah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beradab dan mengedepankan hukum,” ucap Neno di depan sejumlah komisioner Komnas HAM di Jakarta, Selasa (25/9).
Neno menuturkan, tindakan yang dinilai persekusi dan intimidasi itu, tak hanya terjadi di satu daerah. "Jumlahnya enam, mulai dari Batam, Riau, Samarinda, Surabaya, Tangerang (Selatan), satu lagi Bekasi. Ada enam. Kita berharap Komnas HAM sanggup memberi keadilan, dan suatu perilaku keberpihakan alasannya yaitu tidak ada satupun dari yang dilakukan #2019GantiPresiden ini tidak melanggar hukum, ini hal yang paling penting," jelasnya.
Terpisah, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menegaskan selalu bersikap netral, termasuk dalam perhelatan pemilihan calon presiden dan wakil presiden periode 2019. "Kita sudah tegaskan berulang kali, Polisi Republik Indonesia netral, tidak ada keberpihakan terhadap siapapun," tegas Kadiv Humas Polisi Republik Indonesia Irjen Setyo Wasisto ketika dikonfirmasi INDOPOS.
Meski demikian, ia mengakui, pihaknya beberapa kali enggan menawarkan izin atau mendapatkan surat pemberitahuan kegiatan itu dengan alasan keamanan. Faktor ini penting mengingat akan diselenggarakannya momen besar pesta demokrasi lima tahunan. Namun dipastikannya tindakan yang dilakukan sesuai standar operasional mekanisme (SOP). "Kita tangani sesuai aturan, kan begitu," jelasnya.
Soal proses laporan tersebut, Polisi Republik Indonesia akan menunggu laporan dari Komnas HAM. "Dari Komnas HAM akan berkoordinasi dengan Polisi Republik Indonesia jikalau ada keluhan dari masyarakat," ucapnya. Setelah laporan itu diterima pihaknya nantinya akan disalurkan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
"Nanti Propam akan menyelidiki dan berkoordinasi soal hasil investigasi ke Komnas HAM. Kalau laporannya meliputi beberapa Polda, mungkin Mabes Polisi Republik Indonesia yang akan menangani," terperinci Setyo.
Setyo juga menegaskan, penolakan izin kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa daerah oleh pihaknya bukan menurut isyarat Kapolri. Melainkan UU No 9 Tahun 1998 wacana Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Bukan (Instruksi Kapolri), tapi undang-undang yang memerintahkan demikian. Berdasarkan pasal 15 UU No 9 Tahun 1998, jikalau tidak memenuhi syarat pasal 6, maka pasal 15, kita bisa membubarkan,"tegas jenderal berbintang dua itu.
Sebelumnya, Neno Warisman dan sejumlah deklarator gerakan #2019GantiPresiden mendatangi kantor Komnas HAM di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/9). Mereka melaporkan penolakan deklarasi gerakan tersebut di sejumlah daerah oleh forum kepolisian.[jpnn]
Sumber http://www.garuda-kita.com/
Comments