
Rezim Joko Widodo (Jokowi) bisa saja disimpulkan sebagai rezim horor merujuk banyaknya kasus penganiayaan yang dialami orang-orang yang kritis kepada pemerintah.
Begitu disampaikan pengamat aturan dari The Indonesian Reform, Martimus Amin, melalui pesan elektronik kepada redaksi, Selasa (2/10).
Kasus terakhir, sebut Martimus, dialami penggagas Ratna Sarumpaet. Ratna dianiayai dan dikeroyok tiga orang laki-laki di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung pada Jumat (21/9) malam usai menghadiri sebuah konferensi yang dihadiri beberapa perwakilan sejumlah negara di sebuah hotel.
Ratna yang dikenal sebagai penggagas wanita sang "Sang Marsinah Menggugat" atas keberaniannya menggugat pembantaian yang dialami buruh Sidoarjo, Marsinah, tahun 1993, itu dikeroyok hingga babak belur.
"Selama ini kita mengenal Ratna kerap ialah sosok mengkritisi kebijakan pemerintahan. Suatu yang masuk akal saja di kala keterbukaan ketika ini. Mengapa ia hingga harus diperlakukan demikian keji. Ini menciptakan logika sehat kita tidak habis pikir," kata Martimus.
Dalam catatan Martimus, insiden penganiayaan tidak hanya dialami Ratna Sarumpaet. Ada daftar panjang sejumlah penggagas yang telah menjadi korban penganiayaan dilakukan oleh pihak yang tidak bahagia dengan mulut dan kebebasan beropini warga negara yang telah dijamin dalam konstitusi.
Di antaranya dialami hebat IT alumni ITB Hermasyah. Ia dikeroyok dan dibacok sekelompok orang tak dikenal alasannya ialah sepak terjangnya membongkar kebohongan digital kasus chat porno Rizieq Shihab dan Firza Husein yang dijadikan materi penyelidikan oleh kepolisian.
Kasus lainnya, penyiraman air keras yang dialami penyidik KPK Novel Baswesan. Sebelah mata Novel buta permanen. Kasus yang seolah-olah dialami penggagas ICW, Tama Satya Langkun, yang gencar menyoroti kepemilikan rekening gendut perwira Polisi Republik Indonesia itu hingga sekarang belum terungkap.
Lalu serangkaian kasus penganiayaan dan pembunuhan para ulama yang dilakukan orang abnormal juga berlangsung di masa kekuasaan ketika ini.
"Dimana keberadaan dan posisi negara yang seharusnya bisa memberi rasa kondusif dan melindungi segenap tumpah darah warganya. Jangan hingga insiden terus berulang sehingga rakyat menilai bahwa penguasa kala refomasi telah berubah menjadi menjadi rezim horor," tukas Martimus.[rmol]
Sumber http://www.garuda-kita.com/
Comments