Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan agresi 212 beberapa waktu kemudian disebut sebagai pembuka keran meningkatnya intoleransi di masyarakat. Merespons hal tersebut, Persaudaraan Alumni (PA) 212 justru menilai survei LSI absurd alasannya terkesan menuding.
Juru Bicara PA 212, Novel Chaidir Hasan Bamukmin, menyampaikan justru meningkatnya alasannya ada di kubu penguasa.
"Ya benar sejak agresi bela Islam 212 intoleransi sangat meningkat ialah ada di kubu penguasa. Setelah agresi bela Islam 212, ulama dan pelopor serta umat Islam alumni dan simpatisan 212 dipersekusi," kata Novel kepada VIVA, Selasa, 25 September 2018.
Novel menyebut alumni 212 yang menyuarakan #2019GantiPresiden turut dipersekusi. Bagi dia, cara ini merupakan kepanikan yang akut bagi penguasa alasannya melaksanakan intoleransi.
"Persekusi yang membabi buta itu bentuk kepanikan yg akut bagi penguasa yang melaksanakan intoleransi di segala bidang hingga Masjid Istiqlal pun terisolasi sehingga umat islam tidak leluasa lagi untuk salat 5 waktu di sana," tutur Novel.
Hal senada disampaikan Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif. Ia meminta ada pembuktian rasional atas survei LSI. Namun, ia tak khawatir alasannya masyarakat kini sudah cerdas untuk memperlihatkan penilaian.
Ia justru membandingkan pihak yang intoleransi sebetulnya dengan cara pembubaran kajian agama menyerupai pengajian. "Buktikan di mana dan siapa yang intoleransi. Lagu usang itu. Masyarakat kini cerdas kelompok mana yang intoleransi dan suka persekusi serta bubarin orang ngaji," ujar Slamet.
Adapun dalam survei terbaru LSI ini dilakukan pada Agustus 2018 dengan mewawancarai 1.520 responden terpilih secara metode multi-stage random sampling. Dengan asumsi margin of error sebesar kurang lebih 2,6 persen pada tingkat iktikad 95 persen. [opini-bangsa.com / viva]
Sumber http://www.garuda-kita.com/
Comments