Fadli Zon menanggapi cuitan Twitter Sudirman Said yang mengkritisi secara halus terkait penanganan gempa dan tsunami di Palu.
Musibah gempa skala 7,4 magnitudo ini juga menjadikan tsunami yang meluluhlantakkan kota Palu, Sulawesi Tengah semenjak hari Jumat (28/9/2018).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan peristiwa tsunami dan gempa bumi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah tidak perlu ditetapkan peristiwa nasional.
Meskipun bukan peristiwa nasional, penanganan paska peristiwa di Palu dan Donggala sudah melebihi dari peristiwa nasional.
"Nggak perlu saya kira (sebagai peristiwa nasional). Penanganannya sudah lebih dari peristiwa nasional," tutur Luhut Binsar ketika ditemui di Kemenkomaritim, Jakarta Pusat, Senin (1/10/2018).
Padahal, korban tewas akhir gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, sampai Senin (1/10/2018) terus bertambah menjadi 844 Orang.
Angka tersebut menurut data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai Senin (1/10/2018) pukul 13.00 WIB.
Luhut juga menyampaikan pemerintah akan mendapatkan derma dari dunia internasional, namun akan dilakukan penyaringan terlebih dulu.
"Presiden sudah menyampaikan sektor terpilih kita akan mendapatkan derma internasional," papar Luhut.
Presiden Jokowi sebagai pemimpin sekaligus orang nomor satu Indonesia pun diketahui sudah meninjau lokasi petaka di Kota Palu pada Minggu (30/9/2018).
Setibanya di Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Presiden Joko Widodo eksklusif memimpin rapat terbatas (ratas) kemudian mengunjungi beberapa titik kawasan yang terdampak bencana.
Daerah tersebut diantaranya ibarat Perumnas Balaroa, Pantai Talise, Rumah Sakit Undata dan terakhir Presiden meninjau posko pengungsi di Lapangan Vatulemo.
Di beberapa lokasi ini, Presiden meninjau lokasi reruntuhan bangunan dan menyerahkan beberapa bantuan.
Sayangnya meski sudah diberikan bantuan, rupanya ada insiden yang menciptakan publik terheran.
Pasalnya banyak dari korban gempa yang selamat ini secara berbondong-bondong menjarah barang-barang terutama masakan di minimarket dan pasar swalayan.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya foto yang beredar di media umum wacana penjarahan tersebut.
"Saking susahnya mencari makanan, Alfamidi dan BNS (Bumi Nyiur Swalayan) dijarah," ucap Abdullah yang merupakan salah satu warga ibarat yang dilansir dari Kompas.com.
Hal ini terjadi akhir belum meratanya derma berupa masakan untuk mencukupi kebutuhan warga kota Palu dan sekitarnya.
Dapur umum pun belum banyak didirikan pasca gempa dan tsunami.
Dikutip dari setkab.go.id, Jokowi mengaku tidak melihat agresi tersebut.
"Toko-toko tutup atau mungkin ada satu dua peristiwa, alasannya memang ada juga toko yang memperlihatkan atau membantu saudara-saudaranya. Semuanya dalam proses membantu," kata Jokowi kepada wartawan sehabis menjadi Inspektur Upacara pada Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Senin (1/10/2018) pagi.
Menurut Jokowi, informasi yang diterima ada sebagian pemilik toko mempersilahkan masyarakat untuk mengambil produk yang dijual dan hal ini bentuk derma pemilik toko kepada saudaranya yang terkena musibah.
"Dalam keadaan darurat jangan masalahkan hal-hal yang kecil, yang bekerjsama tidak jadi duduk kasus dasar," kata Jokowi ibarat yang dikutip Tribunnews.
Jokowi juga mengatakan, masakan dan air masih dalam keadaan darurat alasannya toko-toko masih tutup karena pedoman listrik mati.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengklarifikasi isu yang menyebutkan bahwa pemerintah mengizinkan warga mengambil barang dari toko-toko pasca terjadinya gempa dan tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Ketika penjarahan terjadi, Tjahjo mengaku sedang berada di sekitar area bandara.
Ia juga tidak memungkiri warga yang menjadi korban gempa ketika ini banyak yang kelaparan sehingga ia meminta Pemerintah Daerah setempat untuk menafasilitasi pembelian masakan dan minuman di toko yang menjualnya.
Dalam rapat dengan Pemerintah Daerah setempat, dirinya meminta Gubernur Sulawesi Tengah semoga secepatnya membantu masyarakat yang sedang butuh bantuan, terutama masakan dan minuman.
Lima Prinsip Manajemen Krisis: 1) perjelas siapa yang memimpin, 2) tunjuk juru bicara tunggal, jangan bersahutan, 3) jujur, jangan sembunyikan apapun, 4) terbuka pada setiap masukan dan uluran tangan, 5) kordinasi yaitu kerendahan hati.— Sudirman Said (@sudirmansaid) 2 Oktober 2018
Sebelumnya, Sudirman Said pun memperlihatkan perbedaan kala SBY ketika menangani peristiwa tsunami Aceh tahun 2004.
"Tahun 2004, ketika Tsunami Aceh-Nias terjadi, Presiden SBY menugaskan Menkokesra dan Panglima Tentara Nasional Indonesia memimpin operasi tanggap darurat.
wapres JK mensupervisi ketat. Gabungan kecepatan tindakan dan kepemimpinan yang kuat, berhasil memitigasi suasana chaos," tulis Sudirman Said.
Tahun 2004, ketika Tsunami Aceh-Nias terjadi, Presiden SBY menugaskan Menkokesra dan Panglima Tentara Nasional Indonesia memimpin operasi tanggap darurat. wapres JK mensupervisi ketat. Gabungan kecepatan tindakan dan kepemimpinan yang kuat, berhasil memitigasi suasana chaos.— Sudirman Said (@sudirmansaid) 1 Oktober 2018
Cuitan ini lantas dikomentari oleh Fadli Zon.
Menurutnya, dalam tahap menangani peristiwa ini pemerintah sangat lemah.
Pasalnya, yang diharapkan dalam menangani keadaan darurat ibarat petaka gempa di Palu ini yang diharapkan yaitu kepemimpinan serta aturan dan ketertiban.
"Dlm complex emergencies yg diharapkan yaitu kepemimpinan (leadership) serta law n order.
Di tahap ini pemerintah sangat lemah," balas Fadli Zon emnanggapi cuitan Said Didu.
Dlm complex emergencies yg diharapkan yaitu kepemimpinan (leadership) serta law n order. Di tahap ini pemerintah sangat lemah. https://t.co/afvwWOz2S5— Fadli Zon (@fadlizon) 2 Oktober 2018
Comments