Aksi Mahasiswa Dan Matinya Media Mainstream


Oleh Muslim Arbi*

Beberapa hari belakangan ini. mahasiswa di banyak sekali kampus di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa melaksanakan agresi sebagai protes terhadap rezim Jokowi.

Aksi demonstrasi atau unjuk rasa dari banyak sekali kampus di tempat dan di Jakarta di depan Istana Negara itu ialah murni bunyi mahasiswa.

Rakyat menyambut dengan besar hati suara-suara yang disampaikan mahasiswa. Karena belakangan ini mahasiswa sudah jarang tampil ke ruang publik untuk kritisi kinerja, kebijakan dan arah pemerintah yang dirasakan sangat menghimpit kehidupan rakyat.

Sebelum agresi mahasiswa turun ke jalan, merangsek keruang-ruang DPRD dan berteriak di depan Istana Presiden, sejumlah Ibu-ibu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Emak-emak yang peduli terhadap kehidupan bangsa dan negaranya, bergabung dalam barisan Emak-Emak (BEM) melaksanakan agresi di depan istana, menyuarakan mahalnya harga-harga materi pokok, kenaikan harga BBM,listrik, pajak dan lain-lainnya yang terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Emak-emak dari banyak sekali tempat di Indonesia juga menggeruduk KPU dan desak Jokowi mundur dari jabtannya sebagai Presiden alasannya ialah sudah menjadi Calon Presiden (Capres).

Aksi para emak-emak ini menciptakan publik bertanya : “kemana Mahasiswa, kenapa bukan mahasiswa yang turun ke jalan?“, sekarang pertanyaan dan desakan publik tersebut terjawab sudah.

Mahasiswa sudah bergerak turun ke jalan, mengkritisi pemerintahan Jokowi, bukan saja pada soal makin anjloknya rupiah terhadap nilai tukar Dolar USA dan makin lemahnya kondisi ekonomi, tapi lebih tegas lagi menganggap pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kala Gagal dan Harus Turun.

Meski bunyi mahasiswa sudah menggaung di banyak sekali penjuru negeri dan hanya diliput dan tampak pada TV tertentu saja, sedangkan pada TV lain dan media mainstream lainnya sunyi, tidak memberitakan dan menampilkan demonstrasi mahasiswa tersebut, seolah tidak terjadi apa apa di negeri ini,keadaan menyerupai ini, sanggup saja terjadi alasannya ialah media media mainstream yang tidak memberitakan demo mahasiswa itu sudah dibeli dan sudah menjadi pengabdi istana.

Melihat fakta yang disebutkan di atas, sanggup jadi itu menandakan bahwa media-media tersebut bukan lagi sebagai instrumen demokrasi melainkan sudah menjadi alat oligarki kekuasaan atau sudah masuk dalam persekongkolan kejahatan terhadap tumbuh dan berkembangnya demokrasi.

Mahasiswa, pencetus pergerakan dan rakyat juga tahu, meski media mainstream tidak memberitakan dan menampilkan gambar agresi mahasiswa serta bunyi kritis yang dilontarkan oleh para pencetus pergerakan, tapi masyarakat luas sanggup melihat melalui media umum (medsos), portal gosip online, TV streaming dan lain sebagainya yang tersebar secara luas di tengah masyarakat.

Teruslah bergerak kaum mahasiswa, terus berjuang untuk perbaiakan dan perubahan ats negeri ke arah yang lebih baik. Kebenaran dan keadilan akan selalu bersama orang-orang yang terzalimi dan tertindas.

HIDUP MAHASISWA,
HIDUP RAKYAT
BANGKIT DAN BERJUANGLAH TERUS
DEMI KEBENARAN, KEADILAN DAN DEMI KEJAYAAN INDONESIA.

ALLAHU AKBAR
WA LILLAHIL HAMDU [swa]

*) Penulis ialah Pengamat Politik Islam dan Koordinator Gerakan Perubahan (GARPU).

Sumber http://www.garuda-kita.com/

Comments