Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bengkulu Abdul Aziz mengungkapkan kader HMI korban luka atas tembakan pegawanegeri ketika melaksanakan agresi di gedung DPRD Provinsi Bengkulu sudah selesai menjalani operasi.
Namun yang menjadi kejanggalan, imbuh Aziz, pihak kepolisian dan Rumah Sakit M Yunus Bengkulu mencoba menutupi dan merekayasa hasil medis korban kader HMI berjulukan Ahmad Deka tersebut.
"Pihak rumah sakit dan polisi tidak mau membuka hasil rekam medis usai operasi. Mereka berdalih itu bukan luka tembakan, hanya luka terjatuh," ungkap Aziz kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/9).
Aziz menegaskan ia sudah melihat hasil rontgen Ahmad Deka yang merupakan mahasiswa Universitas Hazairin Bengkulu itu. Dari gambar rontgen terlihat terang jikalau tulang di wilayah betis korban mengalami keretakan.
Korban dan teman-teman agresi juga bersaksi bahwa Ahmad Deka memang sengaja disasar pegawanegeri melalui tembakan, antara memakai peluru tajam atau peluru gas air mata.
"Indikasi kuatnya ya antara peluru tajam atau gas air mata. Tapi apapun itu, polisi telah menyalahi standar operasi pengamanan demonstrasi alasannya yakni sasar tembak langsung," tegas Aziz yang ketika ini menjabat sebagai Ketua PB HMI bidang politik.
Pihak rumah sakit sudah menyimpulkan korban tidak akan dapat berjalan normal selama satu bulan jawaban luka retak di tulang betis. Aziz mencurigai, pihak rumah sakit sudah ditekan oleh jajaran kepolisian Bengkulu, khususnya Kapolda Bengkulu.
Alih-alih meminta maaf, kata Aziz, jajaran Polda Bengkulu ketika ini justru menebar teror kepada kader HMI dan mahasiswa yang ikut agresi dengan tujuan biar kasus ini tidak diperpanjang dan tidak jadi melapor ke Komnas HAM. Teror itu bentuknya bermacam, mulai dari pesan singkat dan telepon gelap, sampai ada bahaya fisik.
"Untuk itu kami menuntut Kapolda Bengkulu segera dicopot. Ini sudah di luar batas, mahasiswa diperlakukan tidak manusiawi," ungkapnya.
Perlakuan di luar batas dan tidak manusiawi itu juga terlihat ketika pegawanegeri membawa anjing pelacak untuk memburu beberapa penerima unjuk rasa. Aziz mengungkapkan total korban mahasiswa mencapai lima orang, namun memang Ahmad Deka yang paling parah.
Tak hanya, itu pihaknya belakangan juga menemukan fakta gres jikalau agresi kebrutalan polisi memakan korban belum dewasa SD yang sekolahnya terkena sasaran gas air mata.
"Jadi ada sekolah SD di belakang masjid di akrab gedung DPRD yang kena sasaran gas air mata. Ada anak yang jadi korban, kita lagi kumpulkan buktinya," tuturnya.
Saat ini, pihaknya sedang mengumpulkan bukti-bukti lain untuk menuntut pegawanegeri khususnya Polda Bengkulu. Walau dibawah bahaya teror, pihaknya tetap akan membawa kasus ini ke Komnas HAM. Sejauh ini sudah ada belasan advokat yang juga siap mengawal kasus aturan kekerasan pegawanegeri terhadap mahasiswa.
Sementara itu, kader cabang HMI di seluruh Indonesia sudah bersiap untuk turun ke jalan di tempat masing-masing sebagai agresi solidaritas dan melawan tindakan pegawanegeri yang semakin represif.
"Aksi ke depan akan semakin solid dan besar," pungkasnya.
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) menyatakan pengamanan unjuk rasa di Medan, Sumatera Utara dan Bengkulu sudah sesuai standar pelayanan operasional mekanisme (SOP) kepolisian. Diketahui unjuk rasa di dua tempat itu berakhir ricuh.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyampaikan proses pengamanan dilakukan melalui sejumlah tahapan yakni perundingan sampai pengendalian massa.
"Dua insiden tersebut sudah saya tanyakan ke Polda Bengkulu dan Sumatera Utara. Prinsipnya, polda dan polres setempat sudah melaksanakan SOP pengamanan unjuk rasa," kata Dedi ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (21/9).
Unjuk rasa mahasiswa dari kelompok Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bengkulu juga berakhir ricuh dan melahirkan sejumlah korban luka, baik dari kalangan demonstran dan polisi, Selasa (18/9).
Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Siti Zuhro mengecam dan mengutuk keras agresi kekerasan pegawanegeri kepolisian dalam demonstrasi yang dilakukan oleh HMI cabang Bengkulu.
Dia meminta pegawanegeri kepolisian meminta maaf atas tindak kekerasan yang telah dilakukan.
"KAHMI mengutuk keras, yang dilakukan Aparat Kepolisian di luar batas mekanisme yang semestinya," kata Siti Zuhro lewat keterangan tertulis, Rabu (19/8). [cnn]
Sumber http://www.garuda-kita.com/
Comments