
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak menganggap tindakan polisi dalam menangani agresi unjuk rasa mahasiswa di Medan, Sumatera Utara dan Bengkulu berlebihan.
Menurut dia, seharusnya perilaku represif tidak diharapkan sebab demonstrasi itu dianggap tidak mengancam keamanan.
"Saya pikir represif dan berlebihan, dan agak lebay," kata Dahnil ketika ditemui di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara Nomor 4, Jakarta Selatan pada Jumat (21/9).
Dahnil mengingatkan supaya Polisi Republik Indonesia tidak mengulangi tindakan ibarat itu dalam mengamankan unjuk rasa mahasiswa dan elemen masyarakat lain di kemudian hari.
Dahnil yang merupakan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah itu beropini di kala demokrasi ibarat ketika ini seharusnya unjuk rasa dijadikan ajang beradu pendapat. Menurutnya, penyampaian pendapat dalam bentuk kritik tidak perlu disikapi secara berlebihan.
"Saya berulang kali mengingatkan kepada kepolisian untuk tidak represif. Demonstrasi itu biasa, apalagi di kala demokrasi ketika ini," ujarnya.
Aksi unjuk rasa mahasiswa berujung ricuh terjadi di Medan dan Bengkulu dalam sepekan terakhir. Sejumlah mahasiswa, masyarakat dan pegawanegeri kepolisian pun mengalami luka-luka dalam dua agresi unjuk rasa yang bertujuan untuk memberikan kritik terhadap kinerja Pemerintahan Joko Widodo itu.
Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bengkulu Abdul Aziz menyatakan salah satu anggota organisasi itu, Ahmad Deka, terkena tembakan polisi dalam agresi unjuk rasa beberapa hari lalu. Bahkan berdasarkan dia, pegawanegeri memakai peluru tajam dan gas air mata menghadapi para mahasiswa.
Alih-alih meminta maaf, kata Aziz, jajaran Polda Bengkulu ketika ini justru menebar teror kepada kader HMI dan mahasiswa yang ikut agresi dengan tujuan supaya kasus ini tidak diperpanjang dan tidak jadi melapor ke Komnas HAM. Teror itu bentuknya bermacam, mulai dari pesan singkat dan telepon gelap, sampai ada bahaya fisik.
"Untuk itu kami menuntut Kapolda Bengkulu segera dicopot. Ini sudah di luar batas, mahasiswa diperlakukan tidak manusiawi," ungkapnya.
Perlakuan di luar batas dan tidak manusiawi itu juga terlihat ketika pegawanegeri membawa anjing pelacak untuk memburu beberapa penerima unjuk rasa. Aziz mengungkapkan total korban mahasiswa mencapai lima orang, namun memang Ahmad Deka yang paling parah.
Tak hanya, itu pihaknya belakangan juga menemukan fakta gres kalau agresi kebrutalan polisi memakan korban bawah umur SD yang sekolahnya terkena sasaran gas air mata.
"Jadi ada sekolah SD di belakang masjid di erat gedung DPRD yang kena sasaran gas air mata. Ada anak yang jadi korban, kita lagi kumpulkan buktinya," tuturnya. [cnn]
Sumber http://www.garuda-kita.com/
Comments